Akhlak kepada Makhluk-Nya
Islam sangat menekankan pentingnya menjaga hubungan baik dengan sesama. Rasulullah saw. bersabda, "Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada. Iringilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut akan menghapuskan (keburukan). Dan pergauilah manusia dengan akhlak yang mulia." (HR. At-Tirmidzi)
Tidak hanya sesama manusia, tetapi juga makhluk hidup lainnya. Berbuat baik terhadap hewan, begitupun tumbuhan. Sesungguhnya saat berbuat baik terhadap sesama hamba Allah lainnya, kebaikan itu akan kembali kepada diri pribadi. Jadi, berbuat baik terhadap orang lain bermakna sama dengan berbuat baik kepada diri sendiri. Rasulullah saw. bersabda, "Kasihanilah siapa yang ada di bumi ini, niscaya kalian dikasihani oleh yang ada di langit." (HR. At-Tirmidzi)
Nah, mengapa demikian? Pernahkah secara tak sadar kita menyadarinya. Barangkali seorang hamba telah berbuat baik kepada sesama, tetapi ia belum mengetahui ilmunya. Ia hanya senang berbuat baik. Sungguh demikian, ia akan bisa menceritakan perasaannya. "Kenapa kau selalu memberi uang kepada orang yang tak mampu, padahal ia kan tidak bisa membalasmu dengan apa pun?" Tanya seorang teman. "Aku merasakan kebahagiaan." Jawab hamba tersebut. "Kebahagiaan diberikan Allah kepada hamba-Nya yang memberi kebahagiaan terhadap makhluk-makhluk ciptaan Allah lainnya."
Iya memang benar, orang-orang yang kita beri, mungkin adalah orang-orang yang kurang mampu, pemulung bahkan pengemis yang jangankan untuk membalas pemberian kita, untuk hidup saja, mereka harus berjibaku membanting tulang. Mereka sering kali kita jumpai di jalan raya, mereka tidak akan memberi balasan kepada kita. Tetapi balasannya akan diberikan Allah berkali-kali lipat melalui jalan lain, lewat tangan orang lain, dengan perantara lainnya. Bisa dengan kelancaran pekerjaan kita, tetangga yang membagikan hasil kebun ataupun memberikan makanan, dimudahkan urusan-urusan ataupun memenangkan tender yang sangat besar.
Mungkin teman-teman pernah mengalami kejadian seperti berikut ini: saat pergi makan di luar, di rumah makan atau di restoran, saat akan membayar ternyata sudah dibayar oleh seseorang yang kata kasirnya, orang itu bilang bahwa ia adalah teman. Kejadian berikut ini juga merupakan kejadian nyata, dua orang suami istri yang pergi makan bakso, setelah selesai makan, pergi ke kasir untuk membayar namun baru ingat bahwa keduanya lupa membawa uang, bingunglah mereka berdua. Ternyata, kasirnya bilang sudah dibayarkan. Alhamdulillah. Nah, peristiwa tersebut bukanlah sebuah kebetulan, orang-orang yang membantu Anda adalah kiriman Allah untuk hamba-hamba-Nya. Yang mungkin karena ada amalan-amalan kita yang tanpa disadari mengetuk pintu langit. Jadi teruslah berbuat baik, Fastabiqul Khairat.
Mintalah diberi pemahaman, karenanya pengetahuan itu hadir. Tak tampak wujudnya, namun terlukis dalam perilaku. Seseorang yang telah diberikan Allah pemahaman, tentu saja berbeda dalam sikap dan tingkah laku kesehariannya. Mengucap salam, berbuat baik, dan menebar senyum dilakukannya dengan ikhlas, yang ia harap hanya ridha Allah. Keberadaannya akan menarik makhluk lainnya senang berada di dekatnya. Tebarlah kebaikan di bumi, kan kau petik hasilnya dari langit.
Contoh kasus berikutnya dan saya yakin sebagian besar kita pernah mengalaminya. Ingin makan satu jenis makanan yang sudah lama diidamkan. Tetapi, berhalangan untuk membelinya karena kesibukan ataupun keterbatasan dana. Begitu pulang ke rumah, makanan tersebut sudah tersaji rapi di atas meja makan. Orang rumah bilang bahwa ada si Fulan yang mengantarkan makanan tersebut. Masya Allah tabarakallah. Allah menjawab inginmu kawan. Syahdu, hangat rasa hati mengingat kebesaran-Nya.
Di bumi, tergariskan keturunan, terlahir sebagai anak dari kedua orang tua. Rezeki dari Allah, berupa orangtua yang hadir di kehidupan kita. Begitu besar nikmat dari-Nya. Orangtua dapat menahan lapar hanya agar anaknya kenyang. Orangtua rela merasakan dingin hanya agar sang anak hangat. Orangtua yang rela membanting tulang, tak lelap tidur, untuk memenuhi kebutuhan anak. Tiada kata yang dapat menggambarkan betapa tulusnya kasih sayang orang tua. Rida Allah tergantung pada rida orangtua. Rasulullah saw. bersabda, "Rida Allah tergantung pada rida orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orangtua." (HR. Tirmidzi). Sebegitu besarnya kasih sayang orangtua terhadap anak. Sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya lebih besar daripada seorang ibu kepada anaknya. Rasulullah saw. bersabda, "Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini kepada anaknya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Menjadi pengingat bahwa, di atas kecintaan pada makhluk, seorang hamba harus selalu mengutamakan cintanya pada Rabb. Yang telah menciptakan, memberinya rezeki, memberinya hidup, membuatnya mampu mendengar, melihat, memiliki hati, melakukan segala pekerjaan atas izin-Nya.
Seorang anak diwajibkan untuk berbakti kepada kedua orangtua dan jangan pernah berkata kasar pada keduanya, "Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, 'Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.'" (QS. Al-Isra': 24). Peluh berjatuhan, sakit tak terkira. perih dirasa, antara hidup dan mati, seorang ibu melahirkan putra-putrinya. Tak terhingga bahagia, tak terbayang luapan cinta pada sang buah hati. Hadirmu dinanti, tangismu dirindu, tawamu tertakjubi, dan senyummu pelepas penat hati. Begitulah kiranya indahnya hubungan yang tertakdir antara orangtua dan sang anak.
Tak heran kiranya, wajiblah bagi diri berbakti membalas semua budi. Walaupun tak kan ada anak yang mampu membalas semua jasa orangtuanya. Sesungguhnya orang tua pun tidak menuntut untuk diberikan harta, uang ataupun kekayaan dari sang anak. Yang diharapkan mereka adalah melihat anaknya sukses dunia dan akhirat, menjadi anak saleh dan salehah, jariah bagi kedua orangtuanya, menyenangkan hati kedua orangtua dengan tutur kata sopandan sikap santun. Berbuat baiklah kepada kedua orang tua. Jangan biarkan setan berhasil merusak hubungan anak dan orangtua.
Melihat berita di televisi bahkan di media sosial. Betapa kejamnya seorang anak yang tega meninggalkan orangtua yang sudah renta tanpa perlindungan, tanpa penghidupan yang layak, padahal anaknya hidup berkecukupan. Ada satu lagi berita yang baru-baru ini viral, anak-anak yang menuntut harta waris orangtua di mana orangtuanya masih sehat, masih ada disamping mereka. Mereka telah berebut hak waris, meninggalkan hati ibunya hancur, berkeping-keping. Pecah tangis ibunya saat reporter mewawancarainya. Tak bisa dibayangkan bagaimana perasaan sang ibu, anak yang dari bayi dalam pengasuhan, diberikan kasih sayang, menjadi anak seperti demikian. Na'udzubillah. Bukankah sebaliknya, sebagai anak berlomba-lomba membahagiakan orangtua. Dalam doa pun tak henti kita panjatkan doa untuk mereka. "Wahai Tuhanku. Ampunilah aku, ibu bapakku, dan orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan." (QS. Nuh: 28)
Dibelahan bumi lainnya, hamba-hamba terpilih telah memberikan kehangatan pada hati. Kakak beradik yang sampai pergi ke pengadilan dengan kasus berebut hak asuh. Iya, berebut hak asuh ibunya. Masing-masing ingin mengasuh ibunya di saat ibunya sudah berada di usia senja. Masya Allah. Seketika terdiam, termenung sejenak, bakti apa yang sudah dilakukan untuk kedua orangtua. Semoga kita tergolong anak-anak yang berbakti kepada kedua orangtua. Aamiin.
Adapula pengusaha sukses yang sangat kaya raya. Bahkan kekayaan sudah sangat melimpah ruah. Kau tahu apa yang dilakukannya setiap hari. Setiap pulang kerja, ia pasti menjenguk orangtuanya, memeriksa kebutuhan-kebutuhan keduanya, apa sudah tercukupi. Diperiksanya sabun mandi, pasta gigi, sampo, dan lain-lain. Ia juga yang selalu memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu. Jadilah orangtuanya rida kepadanya.
Kau terlahir sebagai anak pertama, anak tengah, anak bungsu ataupun anak tunggal. Setiap diri hadir dengan perannya, ada yang mendapat amanah sebagai kakak, abang maupun adik. Tak ada yang lebih tinggi ataupun lebih hebat. Semua bekerja sesuai dengan apa yang diamanahi kepadanya. Sering kali, ada saja hal-hal yang menyebabkan kurang harmonisnya hubungan saudara. Umumnya, tanpa disadari terjadinya tersebab penyakit yang kadang mengalir di hati. Kakak dengki dengan adiknya. Adik jealous dengan kakak, dan lain sebagainya. Peristiwanya beraneka ragam, bervariasi, namun pendorongnya adalah penyakit hati. Penyakit hati yang didukung oleh Iblis dan keturunannya. Apa saja penyakit hati tersebut? Pertama, berburuk sangka (suudzon). Penyakit hati yang satu ini seringnya tidak disadari oleh si penderita. Bahkan seseorang yang sudah terbiasa, meyakini ini adalah sebagai karakter. Sudah mengalir dalam darah dan tidak ada keinginan untuk berubah tersebab memberikan pembenaran seolah-olah ini sebagai karakter. Wujud dari buruk sangka dapat dirasakan oleh orang sekitar melalui perkataan yang selalu bermakna negatif dan memandang semua dari balik kacamata keburukan. Ia selalu menemukan hal-hal jelek di balik banyaknya hal-hal baik. "Jauhilah kalian dari kebanyakan persangkaan, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa." (QS. Al-Hujurat: 12)
Dengki dan iri hati saling berdekatan, dan dengki berpengaruh terhadap iri hati. Didasari karena tidak senang akan nikmat yang didapat oleh sesama. Adakah yang pernah mengalaminya atau sering menemukannya? Misalnya, kejadian yang sering menjadi topik umum. Tetangga baru saja membeli kulkas baru dan pada sore hari itu diantar oleh penjual ke rumah tetangga. Orang ini merasakan tidak senang dan tiba-tiba meminta kepada suaminya untuk membelikannya juga. Jika tidak dapat membelinya, ia akan berbicara hal buruk tentang itu kepada tetangga lain dan tentu saja disertai dengan ketidaksukaan. Banyak ragamnya bentuk dengki ini di masyarakat. Semoga kau dan aku terhindar dari penyakit yang mengerikan ini. "Jauhilah oleh kalian sifat dengki, karena sesungguhnya dengki itu dapat memakan kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar." (HR. Abu Daud)
Sombong, nah apa sebenarnya makna sombong? Sombong ialah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain. Marilah bersama-sama bermuhasabah, apakah diri masih melekat penyakit hati ini? Na'udzubillah. Selalu meminta perlindungan-Nya, agar terhindar dari penyakit ini. Seseorang yang mengidap penyakit ini akan susah menerima hidayah dan pemahaman.
Umar bin Khaththab dan Amr bin Hisyam. Nama yang tentu saja tidak asing, namun mungkin Amr bin Hisyam terasa kurang familiar di telinga. Amr bin Hisyam atau biasa yang kita kenal sebagai Abu Jahal. "Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai; Umar bin Khaththab atau Amr bin Hisyam." Doa Rasulullah saw. Kita tahu siapa yang terpilih, ia adalah Umar bin Khaththab. Sahabat tercinta Rasulullah, salah satu dari Khulafaur Rasyidin yang mendapat julukan Al-Faruq. Pada awalnya keduanya sama-sama sangat membenci Rasulullah dan menolak risalah yang dibawanya. Namun yang menjadi pembeda adalah Umar bin Khaththab memusuhi dan sangat menentang karena ketidaktahuannya akan kebenaran Islam sedangkan Amr bin Hisyam ia mengetahu tentang kebenaran risalah yang dibawa oleh Rasulullah, tetapi menolak tersebab fanatik semata. Fanatik bahwa Nabi berasal dari bani Hasyim bukan dari sukunya. Hal ini bermuara dari penyakit hati, yakni kerasnya hati dan kesombongan, merasa diri lebih baik dari orang lain dan tidak mau menerima kebenaran. Hidayah sulit masuk ke dalam hati-hati yang sombong.
Menghabiskan waktu dengan berbuat baik kepada sesama, terhadap muslim lainnya. "Tidak beriman seseorang dari kamu sampai ia menyukai untuk saudaranya apa yang ia sukai untuk dirinya." (HR. Bukhari dan Muslim). Hubungan baik dan harmonis yang harus ada dalam ukhuwah, karena kecintaan kepada Rabbnya. Imam Al-Ghazali berkata, "Ukhuwah itu bukan pada indahnya pertemuan, tapi pada ingatan seseorang terhadap saudaranya di dalam doanya."
Senang melihat saudaranya senang dan sedih ketika saudaranya sedih. Tetapi yang sering terjadi malah sebaliknya. Kenapa bisa sampai memiliki hati yang merasa senang saat melihat orang lain susah. Ada yang salah dengan hati. Fenomena medsos yang begitu mewabah akhir-akhir ini menjadikan perkataan kotor, celaan dan gibah seakan-akan adalah hal yang normal. Lihat saja komentar yang ada pada media sosial, lebih banyak dipenuhi perkataan yang tidak baik. Wahai diri, ingatlah bahwa perkataanmu itu akan dihisab? "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya dia berkata baik atau diam." (HR. Muslim)
Kerja-kerja dakwah tidak ada yang ringan, masing-masing memiliki terjalnya. Tetapi yakinlah bahwa dakwah tidak akan berhenti sampai akhir zaman. Selalu saja ada hamba-hamba-Nya yang berjuang menegakkan aturan-Nya. Jadilah kau salah satunya, ambil bagian, tunjukkan peranmu melalui bidang keahlian masing-masing. Harga perbedaan setiap warna yang ada di bumi, karenanya bumi menjadi beraneka warna, mereka memiliki keindahan yang berbeda-beda.
Ada karakter yang sabar dan pemalu, darinya kita belajar menghargai sesama. Ada sosok yang tegas dan pemberani, karenanya kita belajar menyampaikan pendapat dan kebenaran. Ada mereka yang bekerja dalam diam. Tersebab itu, kita memahami makna dari sebuah keikhlasan. Ada yang pendiam dan suka menyendiri. Dengan mengenalnya, kita mengetahui ide-ide brilian yang sering dibaginya. Ada yang senang berkoar-koar dan heboh. Melalui perantara dirinya, banyak orang termotivasi untuk berbuat baik. Lingkunganmu adalah tempat belajar dan peluang amal untukmu.
Jangan terpikir di benak bahwa setiap pertemuan adalah kebetulan. Semuanya adalah takdir yang tertulis bagi hamba-Nya. Dengan pertemuan-pertemuan itu tanamlah kebaikan dan tuai kebahagiaan serta pahala. Jangan rusak pertemuan-pertemuan manis dengan penyakit hati yang berujung rusaknya ukhuwah. Ada tujuh orang yang akan Allah naungi di naungan-Nya pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, salah satunya adalah dua orang yang saling mencintai karena Allah bertemu karena Allah dan berpisah karena Allah. (HR. Bukhari dan Muslim)
Sumber: Herawati. (2022). Menjadi Hamba yang Dicintai Allah. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Posting Komentar untuk "Akhlak kepada Makhluk-Nya"
Posting Komentar