Legacy

Setiap orang tua tentu mengharapkan yang terbaik bagi buah hatinya. Apa pun diupayakan agar keturunannya menjadi seseorang yang lebih baik dari dirinya.

Semua orang tua sangat berharap agar darah dagingnya menjadi anak-anak yang saleh. Begitu juga dengan Pak Hamid, sebut saja namanya begitu.

Pak Hamid berupaya memenuhi perintah Allah agar buah hatinya mendirikan salat,

"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya..." (QS. Thaha: 132)

Akan tetapi yang menjadi masalah dalam keluarganya, anak-anaknya lalai dan kurang antusias jika memasuki waktu salat. Sebagai kepala keluarga, ia harus benar-benar bersabar. Setiap hari, di antara rutinitasnya adalah mengingatkan anak-anaknya untuk salat, utamanya salat Subuh. Walau yang diingatkan seperti tidak terima. Jawaban mereka, kalau tidak "iya, nanti", "sebentar lagi", "udah tahu". Bahkan membanting pintu kamar.

Karena hal tersebut, ia sempatkan untuk silaturahmi dengan salah seorang ulama, Syekh Muhammad. "Pak Kiai, saya mohon didoakan agar anak-anak saya saleh semuanya." Pak Hamid mengiba dengan lembut.

Dengan pandangan yang tajam namun sejuk, disertai senyum yang menghiasi wajahnya yang bercahaya, kiai menjawabnya dengan pelan, penuh kesantunan.

"Eh, yang saleh itu orang tuanya dulu!" masih dengan senyumnya.

Mendengar jawaban itu, seketika Pak Hamid terdiam, air mata sedikit keluar dari sudut matanya. Seraya tertunduk, tidak menyangka akan mendengar jawaban yang menohok hatinya.

"Yang saleh itu orang tuanya dulu!"

Ingatannya kemudian menerawang, mencoba mengevaluasi salatnya. Saat di kantor, di perjalanan, di rumah dan di tempat lain. Ia mencoba menahan tangisannya. Saat mengingat kondisinya di kantor, salatnya lebih sering terlambat, bahkan mendekati akhir waktu. Ia seperti menganggap salat bukan prioritas dalam pekerjaannya. Apalagi jika ada meeting dengan klien, pertemuan dengan pimpinan, juga pekerjaan yang dituntut dengan segera.

Sekilas memori lain juga muncul, jika baru pulang kerja setelah melewati macetnya jalanan. Lalu tiba di rumah, yang bersamaan dengan sahutan azan Magrib. Pertama kali yang didahulukan justru mengecek ponsel, bukan riang menyambut panggilan azan Magrib dengan berwudu kemudian salat.

Pak kiai kemudian membaca doa Nabi Ibrahim,

"Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat, ya Tuhan kami, perkenankan- olah doaku." (QS. Ibrahim: 40)

Nabi Ibrahim as,. memohon untuk dirinya terlebih dahulu untuk menjadi orang yang mendirikan salat, baru kemudian untuk keturunannya.

Sama seperti Pak Hamid, saya pun harus mengevaluasi salat saya. Di mana saya menempatkannya? Apa begitu penting atau sekadar gugur kewajiban? Atau jangan-jangan saya menganggapnya sebagai pemborosan waktu? Naudzubillah.

Salat adalah ibadah utama, karenanya keteladanan mengenai salat juga harus utama. Pak kiai dengan lembut tidak saja menegur secara khusus Pak Hamid, tetapi juga saya. Bagaimana di setiap salat kita harus memberi contoh, untuk menyambutnya dengan riang dan penuh kesiapan, bukan sebaliknya.

Pak kiai mengingatkan dengan jelas, keteladanan merupakan nasihat yang sangat fasih namun kuat. Tidak ada kata tetapi bermakna. Jika di antara kita begitu berupaya sebelum pesawat mengudara sudah menunggu, karena jadwal penerbangan yang telah ditetapkan, mengapa tidak mengupayakan lima menit sebelum azan telah bersiap dengan berwudu, menyambut panggilan dari Yang Maha baik?

Sudah saatnya bukan saling menyalahkan, apalagi hanya mencari-cari kesalahan. Jika kita ingin generasi penerus menjadi penegak salat, maka mari mulai dari diri kita untuk menyambut waktu salat itu dengan sebaik-baik penyambutan. Seindah-indah kerinduan, karena salat adalah anugerah Allah bagi orang yang beriman.

Kita berupaya meninggalkan legacy (warisan) yang agung bagi generasi berikutnya yaitu dengan terbiasanya mendirikan salat. Bukan menjadi generasi yang diberitakan Allah dalam kitab sucinya,

"Maka datanglah setelah mereka (generasi) pengganti yang mengabaikan salat dan mengikuti hawa nafsu. Mereka kelak akan tersesat." (QS. Maryam: 59)

Sumber: Zuhri, Saepudin. (2022). Salat On Time, Karena Mati Any Time. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Posting Komentar untuk "Legacy"