At The Same Time

SUBUH

"Demi malam apabila telah larut. Dan demi subuh apabila fajar telah menyingsing." (QS. At-Takwir: 17-18)

Kita begitu memaksakan untuk tepat waktu saat boarding pesawat ataupun naik kereta. Ketepatan waktu juga begitu dijaga saat menanti film yang disukai, menonton pertandingan bola di tengah malam, maupun konser artis pujaan. Waktu makan pun demikian, selalu terpelihara jadwalnya, demi kesehatan karena jika terlambat akan berbahaya bagi tubuh. Jika dipanggil atasan, bos, pimpinan, langsung bersegera. Karena tidak ingin performa kerja dipertanyakan. Sedikit saja telat, dengan sukarela meminta pemaafan.

Tapi, sedang apakah kita saat azan subuh berkumandang? Masih di pembaringankah kita saat sayup azan subuh bersahutan? Masihkah berteman dengan selimut tebal? Masihkah panggilan kasih sayang Allah itu, tersisihkan karena kemalasan dan penundaan?

Padahal, Subuh ini, saat kita bangun, bernapas panjang, menghirup segarnya udara karunia Allah, di tempat yang lain, pada detik yang sama, ratusan bahkan ribuan insan, mengembuskan napasnya yang terakhir.

Subuh ini, saat kita mengucek mata, karena baru terbangunkan azan subuh, pada detik yang sama, ratusan bahkan ribuan insan, menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.

Subuh ini, saat kita menggerakkan badan, kaki dan tangan untuk bergerak menyambut panggilan Allah melalui subuhnya. Baik tergerak dengan semangat ataupun dengan kemalasan dan penundaan. Pada detik yang sama, ratusan bahkan ribuan insan terbujur kaku. Tubuhnya telah habis masa kontraknya. Tidak mampu lagi menggerakkan tubuhnya.

Subuh ini, saat azan subuh masih dapat kita dengar, saat Allah izinkan untuk tetap bernapas, saat seluruh tubuh masih dapat digerakkan.

Masihkah kita ucapkan rasa terima kasih, kepada Tuhan yang masih memberikan nikmat hidup? Masihkah kita wujudkan terima kasih itu dengan bersegera menyambut panggilan indahnya azan subuh? Atau kita anggap semuanya biasa saja, seolah besok akan kembali bernapas. Seolah kita adalah makhluk abadi.

Ya Allah, maafkan kami yang masih saja belum dapat bersyukur. Ya Allah, terlalu mudah bagi Engkau menganugerahkan kepada kami kemampuan berterima kasih atas nikmatnya bernapas. Ya Allah izinkan kami untuk mampu berterima kasih kepada Engkau. Ya Allah, Subuh ini dan seterusnya mampukan kami mensyukuri semua anugerah Engkau.

ZUHUR

Saat napas terengah-engah karena pekerjaan yang masih menumpuk, di tempat yang lain, ratusan bahkan ribuan insan menghembuskan napasnya yang terakhir, walaupun pekerjaan dunia mereka belum berakhir.

Zuhur ini, saat mata masih fokus di depan layar komputer, ponsel sambil sayup-sayup azan zuhur mulai terdengar, di tempat yang berbeda, ratusan bahkan ribuan insan menutup mata untuk selamanya. Meninggalkan komputer dan ponsel yang tidak pernah telat diperhatikannya.

Zuhur ini, saat telinga begitu merasa nikmat mendengar lagu dan cerita. Sambil mengabaikan suara azan yang bersahutan.

Di tempat yang tidak sama, ratusan dan ribuan insan, telinganya sudah tidak dapat difungsikan karena telah habis masa pakainya. Jeritan bahkan lantunan doa tidak dapat lagi ia respons.

Zuhur ini, saat makanan tersaji. Hidangan lezat tergelar. Disertai perut yang keroncongan. Dengan sayup-sayup suara azan zuhur yang diabaikan.

Ratusan bahkan ribuan insan. Mulutnya tertutup selamanya. Tak akan mampu lagi merasakan makanan yang menjadi favoritnya.

Masihkah kita abaikan panggilan azan zuhur yang bersahutan. Padahal ratusan bahkan ribuan insan menyesal ingin menambah amal. Saat mereka sudah terhenti untuk beramal.

Ya Allah. Sesibuk apa pun kami. Izinkan untuk menyambut panggilan azan Zuhur dengan sebaik-baiknya sambutan. Berterima kasih kepada Engkau Atas semua kesempatan yang terus diberikan.

ASAR

Asar ini, saat pekerjaan ditunggu karena deadline. Di saat yang sama, banyak insan yang sudah tidak mampu lagi bekerja, bukan karena dipecat atau tidak cakap, tetapi hidupnya sudah masuk deadline, dan berakhir.

Asar ini, saat kelelahan bekerja mulai terasa, sehingga godaan syahwat merayu agar mengakhirkan salat Asar. Di saat yang sama ada insan yang sudah tidak dapat lagi merasakan kelelahan. Bukan karena fisiknya yang kuat, tapi tubuhnya sudah diistirahatkan Tuhan untuk selamanya.

Asar ini, saat berada di tengah kemacetan lalu lintas, merayap menuju pulang ke rumah. Merasakan kemacetannya di dunia. Karena mereka harus berpulang selamanya dari dunia yang fana.

Asar ini, sedang menguji kita, siapakah kita. Hamba Allah? Ataukah hamba yang lain?

Asar ini, sedang menguji kita, mampukah kita memenuhi anugerah salat Asar di awal waktu? Ataukah melalaikannya dan mengabaikan kasih sayang Allah.

Asar ini, dan Asar-Asar selanjutnya itu jika masih ada waktu.

Semoga Allah kuatkan untuk salat Asar di awal waktu, dan Asar-Asar selanjutnya selalu menjadi anugerah istimewa. Aamiin.

MAGRIB

Saat yang sama, banyak insan yang tidak akan lagi Saat azan magrib mengiringi alam yang mulai gelap Ketika para pencari nafkah kembali ke rumah. Detik yang sama. Ratusan bahkan ribuan insan harus kembali ke asalnya semula, dari tanah kembali ke tanah. Keluarga mereka hanya mengiringi. Tidak ikut bersama untuk melakukan perjalanan abadi.

Magrib ini, saat kemacetan masih saja hadir. Saat lampu-lampu jalan mulai menyala. Pada detik yang sama. Ratusan bahkan ribuan insan harus dikubur di dalam tanah. Gelap dan terangnya mereka di alam sana. Bukan lagi bergantung lampu yang otomatis menyala di jalan. Namun, sesuai amal yang pernah dilakukan.

Magrib ini, saat pekerjaan masih saja menumpuk. Serta rencana hari esok dibuat. Pada waktu yang sama. Ratusan bahkan ribuan insan tidak dapat lagi menyelesaikan pekerjaannya dan rencana mereka tidak dapat terlaksana. Karena ajal telah sampai kepada mereka.

Magrib ini, saat sebagian orang baru pulang dari pekerjaannya. Baik dengan niat lillah maupun sekadar lelah. Di saat yang sama ratusan bahkan ribuan insan tidak mampu lagi untuk melanjutkan pekerjaannya. Terbujur kaku, bersiap untuk ditanya, apakah benar niatnya dalam bekerja?

Magrib ini, saat para pedagang malam mulai menjajakan barangnya. Ketika para pembeli sedang bertransaksi. Saat toko-toko yang dibuka malam mulai beraktivitas. Pada detik yang sama, ratusan bahkan ribuan insan telah selesai urusannya di dunia. Menutup mata, tidak mampu lagi bertransaksi. Karena sudah saatnya perhitungan amalannya dengan Tuhan.

Magrib ini, kembali menguji kita, mampukah kita memenuhi anugerah salat Magrib di awal waktu? Ataukah melalaikannya dan mengabaikan kasih sayang Allah.

Magrib ini dan magrib selanjutnya, itu jika masih ada waktu.

Semoga Allah kuatkan untuk salat Magrib di awal waktu, dan magrib-magrib selanjutnya selalu menjadi anugerah istimewa. Aamiin.

ISYA

Ketika azan Isya berkumandang. Saat malam semakin pekat. Ketika para pecinta senja mulai berkumpul. Pada detik yang sama ratusan bahkan ribuan insan diantarkan ke pemakaman. Mereka tidak mampu lagi dalam kebersamaan.

Isya ini, saat azan isya kembali bergema bersahutan. Di manakah insan beriman? Ke manakah para pencari surga? Masihkah menunda? Masihkah merasa besok masih ada?

Isya ini, saat para pekerja shift malam tiba di tempat kerja. Ketika para penjaga keamanan bergantian. Pada detik yang sama ratusan bahkan ribuan insan kembali ke alam keabadian. Menghadapi berbagai kemungkinan.

Isya ini, serta isya-isya berikutnya. Mampukan kami Ya Allah untuk menyambutnya. Kuatkan kami beribadah di malamnya. Istikamahnya kami untuk selalu mengingat-Mu.

Aamiin.

Sumber: Zuhri, Saepudin. (2022). Salat On Time, Karena Mati Any Time. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Posting Komentar untuk "At The Same Time"