Takut Celaka

Wajahnya terlihat sangat khawatir, seperti sedang terburu-buru. Berulang kali, jam tangan hitamnya dilihat. Sambil mengamati kemacetan jalan, bersama dengan motor bebek milik ayahnya.

Ridwan tidak menyangka bahwa perkiraan waktunya meleset. Semula dalam hitungannya, jam lima sore sudah sampai rumah. Kini, jam enam masih setengah perjalanan.

"Ya Allah gimana ini, kok macetnya parah gini," gumamnya berkali-kali di dalam hati. Antrean motor yang sudah tidak terkendali karena memang tidak tertib, menyulitkannya untuk sekadar berbelok arah. Kedua jalur justru dikuasai pengendara roda dua.

"Ya Allah kalau gini bisa telat.... Ya Allah."

"Celaka ... celaka...," bergumam.

Apakah gerangan yang menyebabkan Ridwan begitu khawatir telat. Janji kepada istrinya, tugas yang harus diselesaikannya. Sakit yang dialaminya. Atau mungkin ada janji pertemuan yang harus dipenuhinya?

Soal istri, ia sepertinya masih mendahulukan orang tuanya. Sakit? Ia sehat. Ridwan memikirkan salat Magribnya. Usia mudanya tidak membuatnya melupakan salat. Mahasiswa berprestasi itu, selalu salat di awal waktu.

Baru kali ini, ia harus menerima salat Magribnya tidak di awal waktu. Tentu saja ia masih dapat melaksanakan salat Magrib, karena nanti waktunya masih masuk. Tapi baginya salat awal waktu adalah pelatihan jiwa yang harus lulus setiap hari.

Celaka, apanya yang celaka. Bukankah Ridwan hanya terkena macet? Celaka baginya bukan soal tertabrak atau apalah. Tapi, ia takut disebut insan yang melalaikan salat.

Ridwan sedang meresapi dengan hati dan tubuhnya. Bahwa firman Allah yang selalu terngiang:

"Maka celakalah orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap salatnya." (QS. Al-Ma'un: 4-5)

Orang yang lalai tersebut menurut sahabat Rasul yang juga ahli tafsir, Ibnu Abbas ra: "Demi Allah, bukan yang meninggalkan salat, tetapi mengakhirkan salat dari waktunya."

Ridwan takut masuk kepada orang yang salat tapi celaka. Walaupun ia bisa beralasan bahwa kemacetan di luar prediksinya. Tapi didasar hatinya kenapa ia tidak merencanakan lebih baik untuk salat Magrib di awal waktu.

Firman Allah di tempat lain juga terpatri dalam hatinya untuk mawas diri,

"Kemudian datanglah setelah mereka pengganti yang mengabaikan salat dan mengikuti keinginannya, maka mereka kelak akan tersesat." (QS. Maryam: 59)

Ridwan sedang berupaya menjaga salatnya, karena sabda Rasulullah:

"Barang siapa yang menjaga salat maka ia akan memperoleh cahaya, argumen, dan pertolongan pada hari kiamat. Dan barang siapa yang tidak menjaga waktu salat ia tidak akan memperoleh cahaya, hujjah, dan pertolongan dari api neraka. Pada hari kiamat nanti, ia akan bersama Qarun, Firaun, Hamam, dan Ubay bin Khalaf." (HR. Ahmad dan Darimi)

Saya masih harus belajar seperti Ridwan, yang begitu menjaga salatnya. Saya harus mengevaluasi kata celaka, yang selalu saja disematkan pada hal-hal yang bersifat fisik. Padahal saat dalam keseharian begitu mudah mengakhirkan waktu salat tanpa alasan yang dapat dibenarkan.

Ya Allah berikanlah kami kekuatan untuk selalu dapat menjaga salat. Aamiin.

Sumber: Zuhri, Saepudin. (2022). Salat On Time, Karena Mati Any Time. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Posting Komentar untuk "Takut Celaka"