Boleh Mengakhirkan Salat?

Sebagaimana kita ketahui bersama, salat fardu telah ditentukan waktunya. Sehingga salat baru dapat dilaksanakan jika telah memasuki waktunya,

"Apabila kamu telah menyelesaikan salat, berzikirlah kepada Allah (mengingat dan menyebut-Nya), baik ketika kamu berdiri, duduk, maupun berbaring. Apabila kamu telah merasa aman, laksanakanlah salat itu (dengan sempurna). Sesungguhnya salat itu merupakan kewajiban yang waktunya telah ditentukan atas orang-orang mukmin." (QS. An-Nisa: 103)

Departemen Agama dalam Tafsir Wajiz menyatakan bahwa pada ayat ini Allah taala memerintahkan kaum muslimin untuk melakukan zikir sesuai dengan kondisi mereka, berdiri, duduk, atau berbaring setelah selesai melakukan salat. Selanjutnya, apabila telah menyelesaikan salat yang dilakukan dalam keadaan takut (salat khauf) tersebut, ingatlah Allah sebanyak-banyaknya sesuai dengan kondisi dan kemampuan ketika berdiri, pada waktu duduk, dan ketika berbaring, dan semoga dengan memperbanyak zikir itu mendapat pertolongan dari Allah. Kemudian, apabila telah merasa aman dari suasana menakutkan yang dialami, yang menyebabkan melaksanakannya dengan cara yang disebutkan di atas, atau sudah kembali ke tempat asaldari medan perang, maka laksanakanlah salat itu sebagaimana biasa sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan syariat, terpenuhi rukun dan syaratnya serta sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Salat adalah kewajiban yang ditentukan batas-batas waktunya bagi orang-orang yang beriman. Karenanya, salat dalam kondisi normal harus dilakukan pada waktu yang telah ditentukan, tidak bisa dimajukan atau dimundurkan.

Waktu salat yang utama memang di awal waktu. Sehingga sebagaimana dijelaskan Syekh Musthafa Dib Al-Bugha dalam Nuzhatul Muttaqin, orang yang menyegerakan salat di awal waktu dengan berjemaah itu lebih utama daripada mengakhirkannya. Karena, menyegerakan salat di awal waktu adalah perbuatan yang selalu dilakukan oleh Rasulullah sepanjang hidupnya, dan beliau sangat jarang mengakhirkannya.

Sabda Rasulullah, dari Ummu Farwah, ia berkata,

"Rasulullah pernah ditanya, amalan apakah yang paling afdhol (utama). Rasulullah pun menjawab, "Salat di awal waktunya'." (HR. Abu Daud)

Tetapi, salat di awal waktu bukan merupakan kewajiban. Menurut para ulama sebagaimana ditulis Ustaz Ahmad Sarwat, selama waktu salat masih ada, maka salat masih dibenarkan untuk dikerjakan. Waktu salat dengan rentang yang cukup lebar pada setiap salat merupakan bentuk kelonggaran dan keringanan dari Allah taala.

Sabda Rasulullah,

"Salat di awal waktu akan mendapat keridaan dari Allah. Salat di tengah waktu mendapat rahmat dari Allah. Dan salat di akhir waktu akan mendapatkan maaf dari Allah." (HR. Ad-Daruquthuni)

Meski demikian, para ulama bersepakat jika seseorang lalai dalam salatnya dengan menunda-nunda melaksanakan. Sehingga waktunya terlewat tanpa adanya sebab yang diperbolehkan, maka ia telah berdosa.

Menurut Ustaz Ahmad Sarwat dalam bukunya Waktu Salat. Pelaksanaan salat dapat diakhirkan, apabila ada alasan syar'i yang dibenarkan, di antaranya:

Pertama, saat tidak ada air. Dalam keadaan kelangkaan air untuk berwudu, namun masih ada keyakinan dan harapan untuk mendapatkannya di akhir waktu, para ulama sepakat memfatwakan bahwa salat lebih baik ditunda pelaksanaannya, bahkan meski sampai di bagian akhir dari waktunya.

Mazhab Asy-Syafi'iyah menegaskan lebih utama menunda salat tetapi dengan tetap berwudu menggunakan air, daripada melakukan salat di awal waktu, tetapi hanya dengan bertayamum dengan tanah.

Kedua, menunggu jemaah. Meski salat di awal waktu itu lebih utama, kenyataannya hal itu tidak bersifat mutlak. Sebab ternyata Rasulullah sendiri tidak selamanya salat di awal waktu. Adakalanya beliau menunda salat hingga beberapa waktu, namun tetap masih di dalam waktunya.

Salah satunya adalah salat Isya yang kadang beliau mengakhirkannya, bahkan dikomentari sebagai waktu salat yang lebih utama.

Dari Abi Bazrah Al-Aslami berkata,

"Dan Rasulullah suka menunda salat Isya, tidak suka tidur sebelumnya dan tidak suka mengobrol sudahnya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Ketiga, karena cuaca yang terlalu panas. Terkadang bila siang hari sedang panas-panasnya, Rasulullah menunda pelaksanaan salat Zuhur. Sehingga para ulama pun mengatakan bahwa hukumnya mustahab bila sedikit diundurkan, khususnya bila siang sedang panas-panasnya, dengan tujuan agar meringankan dan bisa menambah khusyuk.

"Dari Anas bin Malik radhiyallahuanhu berkata bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bila dingin sedang menyengat, menyegerakan salat. Tapi bila panas sedang menyengat, beliau mengundurkan salat." (HR. Bukhari)

Keempat, buka puasa. Terkadang Rasulullah juga menunda pelaksanaan salat maghrib, khususnya bila beliau sedang berbuka puasa. Padahal waktu Maghrib adalah waktu yang sangat pendek.

"Senantiasa manusia dalam kebaikan selama ia menyegerakan berbuka." (HR. Bukhari dan Muslim)

Kelima, saat makanan tersaji. Salat juga lebih utama untuk ditunda atau diakhirkan manakala makanan telah terhidang. Itulah petunjuk langsung dari Rasulullah dalam hadis sahih:

"Tidak ada salat ketika makanan telah terhidang." (HR. Muslim)

Keenam, saat menahan buang air. Beliau juga menganjurkan untuk menunda salat manakala seseorang sedang menahan buang hajat.

"(Tidak ada salat) atau ketika menahan kencing atau buang hajat." (HR. Muslim)

Maka, mengakhirkan atau menunda pelaksanaan salat tidak selamanya buruk, adakalanya justru lebih baik, karena memang ada illat yang mendasarinya, tulis Ustaz Dr. Ahmad Sarwat. Wallahu a'lam.

Sumber: Zuhri, Saepudin. (2022). Salat On Time, Karena Mati Any Time. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Posting Komentar untuk "Boleh Mengakhirkan Salat?"