Memahat Makna

Imam Ali Zainal Abidin, cucunda Rasulullah. Saat berwudu hendak salat, begitu gemetar ketakutan. Ketika ditanya tentang keadaannya itu, insan mulia itu menjawab, "Tahukah Engkau dengan siapa aku akan berhadapan?"

Begitu dalamnya makna yang beliau pahatkan di kalbu. Saat sebagian orang berwudu dengan perasaan yang kering. Imam Ali Zainal Abidin memaknai sebagai pertemuan dengan yang Mahaagung. Jika saja kita begitu kikuk, dan nervous saat akan berjumpa dengan seorang presiden. Mengapa kita justru biasa-biasa saja saat akan berjumpa dengan presidennya para presiden? Mungkin hal itu terjadi, karena kita baru memaknai wudu sebagai basah dengan air serta syarat untuk salat saja. Walaupun itu sudah lebih baik daripada tidak sama sekali.

Dalam benak saya yang terbatas, memaknai berarti menghidupkan, tak sekadar melakukan. Memaknai juga bukan hanya aktivitas akal, namun termasuk perilaku kalbu.

Ada saat saya terjebak menjalankan salat hanya sebagai rutinitas. Sehingga, karena sering dilakukan, menjadi sebuah aktivitas biasa, yang tidak lagi menggetarkan, membuat antusias, bahkan gairah. Salat bahkan mulai dilakukan di akhir waktu dan hanya gugur kewajiban. Indikasi tersebut, mengharuskan saya agar mampu memaknai kembali salat awal waktu. Makna itu sering kali harus dilakukan, dengan berupaya untuk belajar membaca kembali tulisan-tulisan ulama saleh dan mendengarkan nasihat-nasihat dari orang-orang saleh, syukur-syukur bisa mengunjungi dan bersilaturahmi dengan mereka. Semua hal tersebut, sering kali hasilnya membuat takjub, karena luas dan dalamnya makna yang mereka uraikan. Juga sentuhan rohani yang dirasakan. Sehingga perasaan malas perlahan terlepas, berganti dengan rasa yang menggebu untuk melakukan kebaikan.

Memaknai berarti menghidupkan, dan itu semua membutuhkan ilmu dan pengetahuan. Karenanya luangkan waktu untuk menghibur diri dengan bacaan-bacaan yang menghidupkan kalbu, tetaplah belajar dan tenggelamkan dalam lautan ilmu Allah yang tidak bertepi. Niscaya, jelaslah tidak ada sesuatu pun yang Allah hadirkan di dunia ini mengandung kesia-siaan.

Di antara makna yang sangat dalam, untuk mengarungi kehidupan. Guru saya selalu mengingatkan untuk mematrikan setiap getaran kalbu dan setiap perilaku dengan ungkapan,

"Duhai Allah, Engkaulah yang aku maksud, rida-Mu yang aku cari. Anugerahkan padaku kemampuan untuk mencintai-Mu dan kemampuan untuk mengenal-Mu!"

Sumber: Zuhri, Saepudin. (2022). Salat On Time, Karena Mati Any Time. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Posting Komentar untuk "Memahat Makna"